Wednesday 8 February 2017

Theory of Lawrence Green

A.  Theory of Lawrence Green
Lawrence Green mencoba melakukan analisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Model teori precede-proceed menyediakan struktur yang komprehensif untuk menilai kesehatan dan kualitas hidup serta kebutuhan untuk merancang, melaksanakan dan mengevaluasi promosi kesehatan dan program kesehatan.
Dalam teori Lawrence Green (1980) Precede (Predisposing, Reinforcing, Enabling Constructs dalam Educational Diagnosis dan Evaluation) untuk menguraikan proses perencanaan diagnosis sehingga membantu dalam pengembangan sasarna dan fokus program kesehatan masyarakat. Proceed (Policy, Regulatory, Organizational and Environmental Development). Precede terdiri dari 5 langkah atau fase sedangkan untuk preceed ada 4 fase. Dapat dilihat pada gambar di bawah ini.


Gambar 1. Skema Precede-Proceed Model


1.    Fase 1 : Penilaian Sosial
Merupakan proses penentuan kualitas hidup atau masalah sosial dan kebutuhan masyarakat tertentu. Dalam fase ini, program menyoroti kualitas dari hasil keluaran secara spesifik, indikator utama sosial dari kesehatan dalam populasi yang spesifik.
Contoh 1 : Derajat kemiskinan, rata-rata kriminalitas, ketidakhadiran atau tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini akan berefek kepada kesehatan dan kualitas hidup.
Contoh 2 : Pada pekerjaan industri yang kumuh dan berbahaya dengan rata-rata kecelakaan yang tinggi sedikitnya pelayanan kesehatan dan keterbatasan kesediaan makanan di luar pedagang yang keliling sehingga membuat pekerja merasa tidak aman dan menjdai tidak sehat selama kondisi bekerja.
Penilaian dapat dilakukan atas dasar data sensus ataupun vital statistik yang ada, maupun dengan melakukan pengumpulan data secara langsung dari masyarakat. Jika data langsung dikumpulkan dari masyarakat, maka pengumpulan datanya dilakukan dengan cara : wawancara dengan informan kunci, forum yang ada di masyarakat, Focus Group Discussion (FGD), nominal group process (NGP), dan survey secara langsung.

2.    Fase 2 : Penilaian Epidemiologi
Dalam fase kedua terdiri dari mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesehatan dari masalah dan kebutuhan, setelah spesifik masalah sosial yang berkaitan dengan buruknya kualitas kehidupan dalam fase pertama, program fase kedua mengidentifikasi mana masalah kesehatan atau faktor lain yang berperan dalam memperburuk kualitas hidup.
Masalah kesehatan akan dianalisis berdasarkan dua faktor :
a.    Bagaimana hubungannya dengan masalah kesehatan untuk mengidentifikasi indikator sosial dalam penliaian sosial.
b.    Bagaimana menerima untuk merubah masalah kesehatan.
Contoh : angka kejadian suatu penyakit yang tinggi diakibatkan oleh penyakit akibat kerja (penyakit saluran pernafasan akibat tidak menggunakan masker, kondisi ruangan tempat bekerja/ventilasi tidak sesuai dengan standar kesehatan).
Pada fase ini dicari faktor kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang ataupun masyarakat. Oleh karena itu, masalah kesehatan harus dapat digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada, baik dari data yang berasal dari data lokal, regional, maupun nasional. Pada fase ini harus diidentifikasi siapa atau kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi, suku, dan lain-lain), bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah kesehatan tersebut (mortalitas, morbiditas, disability, tanda dan gejala yang ditimbulkan) dan bagaimana cara untuk menanggulangi masalah kesehatan tersebut (imunisasi, perawatan/pengobatan, perubahan lingkungan maupun perubahan perilaku). Setelah itu dilakukan prioritas masalah.

3.    Fase 3 : Perilaku dan Lingkungan
Pada fase ketiga, yaitu menganalisis faktor-faktor penentu perilaku dan lingkungan dari gangguan kesehatan. Seperti untuk faktor lingkungan racun/toksin dalam lingkungan pekerjaan, kondisi kerja penuh tekanan atau kondisi pekerjaan yang tidak terkontrol. Untuk contoh faktor perilaku sedikitnya aktivitas fisik, diet yang buruk, merokok atau konsumsi alkohol.
Dimana seorang perencana harus bisa membedakan antara masalah perilaku yang dapat dikontrol secara individual maupun yang harus dikontrol secara institusi. Misalnya pada kasus malnutrisi yang disebabkan karena ketidakmampuan untuk membeli bahan makanan maka intervensi pendidikan tidak akan bermanfaat, jadi health promotor perlu melakukan pendekatan sosial (behavioral change) untuk mengatasi masalah lingkungan.
Pada fase ini untuk diagnosis perilaku terdiri dari 5 tahapan, antara lain:
a.    Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari masalah kesehatan.
b.    Mengembangkan penyebab perilaku
1)    Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary)
2)    Treatment behaviour
c.     Melihat important perilaku
1)    Frekuensi terjadinya perilaku
2)    Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan
d.    Melihat change ability perilaku (dapat diubah)
e.    Memilih target perilaku
Untuk mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan, digunakan indikator perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan (utilisasi), upaya pencegahan (prevention action), pola konsumsi makanan (consumtion pattern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan sendiri (self care). Sedangkan untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu:
a.   Membedakan penyebab perilaku dan non perilaku
b.   Menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa diubah
c.   Melihat important faktor lingkungan
d.   Melihat changeability faktor lingkungan
e.   Memilih target lingkungan
Yaitu menentukan tujuan lingkungan.

4.    Fase 4 : Diagnosis Pendidikan dan Organisasional
Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan yang berhubungan dengan status kesehatan ataupun kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya serta melakukan identifikasi faktor-faktor yang dapat diubah untuk perubahan perilaku dan lingkungan. Merupakan target antara tujuan dari program.
Ada 3 kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu:
a.    Faktor predisposisi (predisposing factor): pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, persepsi dan lain-lain.
1.   Pengetahuan
Pengetahuan diperolah dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Secara garis besar tingkat pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan yaitu :
i.    Tahu
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
ii.   Memahami
Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu terhadap obyek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan secara benar tentang obyek yang diketahui itu.
iii.  Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami obyek dimaksudkan dapat menggunkan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
iv. Analisis
Analisis adalah kemampuan sesorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau obyek yang diketahui.
v.   Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan dimiliki.
vi. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu obyek tertentu. Tingkat pengetahuan seseorang akan sesuatu yang sangat penting serta merupakan dasar dari sikap dan tindakan dalam menerima atau menolak sesuatu hal yang baru.
Misalnya seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polia sehingga cacat, karena anak tetangganya belum pernah memperoleh imunisasi polio.
        Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan wawancara atau angket, kuesioner yang menyatakan isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. Skala ukurnya yaitu ordinal.
2.   Sikap
Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain :
i.    Sikap terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat ini. Misalnya seorang ibu, anaknya sakit, maka akan segera membawa ke puskesmas, tetapi saai itu tidak mempunyai uang maka gagal membawa anaknya ke puskesmas.
ii.   Sikap akan diikuti atau tidak oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Misalnya seorang ibu tidak mau membawa anaknya sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai sikap yang positif terhadap rumah sakit, karena ia teringat akan anak tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di rumah sakit.
iii.  Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. Misalnya seorang akseptor KB dengan menggunakan alat kontrasepsi IUD mengalami pendarahan. Meskipun sikapnya sudah positif untuk menggunkan KB.
3.    Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya dengan hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar dan salah. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang terhadap sesuatu masuk diakal. Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan. Oleh sebab itu masyarakat perlu diberikan pengetahuan atau informasi-informasi yang benar dan lengkap tentang penyakit dan pelayanan-pelayanan kesehatan. Kepercayaan yang tidak didasarkan pada pengetahuan yang benar dan lengkap akan menyebabkan kesalahan bertindak. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
4.    Keyakinan
Keyakinan adalah suatu sikap ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya mencapai kebenaran. Jika kita yakin dalam suatu hal maka kepercayaan akan muncul.
5.    Nilai
Di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya gotong royong merupakan suatu nilai yang selalu hidup di masyarakat
6.    Persepsi 
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubung dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.
b.    Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, teman, orang tua, atasan dan lain-lain.
Pengukuran menggunakan kuesioner.
c.     Faktor pemungkin (enabling factor) merupakan faktor yang memungkinkan perilaku atau tindakan, serta lebih mengarah pada sarana prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan yang terwujud dalam lingkungan fisik. Sarana-sarana kesehatan, keterampilan petugas, misalnya puskesmas, obat-obatan. Termasuk di dalamnya ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya serta komitmen dari pemerintah.
Pengukuran dilakukan menggunkan kuesioner dan skalanya ordinal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nely Anggriyani dan Yuli Trisnawati menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap remaja terhadap seks pranikah dengan perilaku seksual remaja di SMK Kerabat Kita Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes tahun 2010. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh TA Larasati menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan tindakan merokok dengan pergaulan teman sebaya kelas VI Sekolah Dasar Negeri (SDN) di kecamatan Panjang  tahun 2014.
Ada beberapa tahap proses untuk menyeleksi faktor dan mengatur program, antara lain :
a.    Identifikasi dan menetapkan faktor-faktor menjadi 3 kategori
Mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku dan yang sesuai dengan 3 kategori yang ada yaitu: predisposing, enabling, reinforcing factors. Dengan metode antara lain:
1)   Formal
a)    Literatur
b)    Checklist dan kuesioner
2)   Informal
a)    Brainstorming
b)    Normal group process (NGP)
b.    Menetapkan prioritas antara kategori
Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan seberapa penting dari ke-3 faktor yang  ada.
c.     Menetapkan prioritas dalam kategori.
Berdasarkan pertimbangan:
1)  Important: prevalensi, penting dan segera di atasi menurut logis, pengalaman, data dan teori
2)  Immediacy: seberapa penting
3)  Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus dimunculkan perubahan lingkungan dan perilaku yang terjadi
4)  Changeability: mudah untuk diubah




5.    Fase 5 : Administratif dan kebijakan
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan kejadian-kejadian dalam organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan promosi kesehatan.
a.    Administrative diagnosis
1)    Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber daya yang dibutuhkan di dalam program
2)    Menilai resorces yang ada di dalam organisasi atau masyarakat
3)    Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi program.
Berikut merupakan beberapa tahap dalam diagnosa administrasi, antara lain:
1)    Menilai kebutuhan sumber daya
a)    Time
b)    Personnel
c)    Budget
2)    Menilai ketersediaan sumber daya
a)    Personnel
b)    Budgetary contraints (keterbatasan budget)
3)    Menilai penghambat implementasi
a)    Staff commitment and attitude
b)    Goal conflict
c)    Rate of change
d)    Familiarity
e)    Complexity
f)     Space
g)    Community barriers
b.    Policy diagnosis
1)    Menilai dukungan politik
2)    Adanya dukungan regulasi atau peraturan
3)    Dukungan sistem didalam organisasi
4)    Hambatan yang ada didalam pelaksanaan program
5)    Adanya dukungan yang memudahkan pelaksanaan program
Berikut merupakan tahapan untuk diagnosa kebijakan, antara lain:
1)    Menilai kebijakan, regulasi dan organisasi
a)    Issue of loyality
b)    Consistency
c)    Flexibility
d)    Administrative of professional direction
2)    Menilai kekuatan politik
a)    Level of analysis
b)    The zero-sum game
c)    System approach
d)    Exchange theory
e)    Power equalization approach
f)     Power educative approach
g)    Conflict approach
h)    Advocacy and education and community development
6.    Fase 6 : Implementasi
Untuk kunci keberhasilan implementasi yaitu:
a.    Pengalaman
b.    Sensitif terhadap kebutuhan
c.     Fleksibel dalam situasi kondisi
d.    Fokus pada tujuan
e.    Sense of humor
7.    Evaluasi dan accountability:
Evaluasi: membandingkan tujuan dengan standar object of interest:
a.    Mengukur quality of life
b.    Indikator status kesehatan
c.     Faktor perilaku dan lingkungan
d.    Faktor predisposing, enabling, reinforcing
e.    Aktivitas intervensi
f.      Metode
g.    Perubahan kebijakan, regulasi atau organisasi
h.    Tingkat keahlian staf
i.      Kualitas penampilan dan pendidikan

Object of interest:
1.    Input
2.    Intermediate effects
3.    Outcome
Tingkatan Objective:
1.      Ultimate objectives : sosial dan kesehatan
2.      Intermediate objectives: perilaku dan lingkungan
3.      Immediate objective: educational, regulatory, policy
Tingkat Evaluasi:
1.    Evaluasi proses
Evaluasi dari program promosi kesehatan yang dilaksanakan
2.    Evaluasi impact
Menilai efek secara langsung dari program pada target perilaku  (predisposing, enabling, reinforcing factors) serta lingkungan
3.    Evaluasi outcome
Evaluasi terhadap masalah pokok yang pada proses awal perencanaan akan diperbaiki: satus kesehatan dan quality of life.

Berdasarkan penelitian yang  dilakukan oleh Endang Sutisna Suleman, dkk (2015) mengenai aplikasi model precede-proceed pada perencanaan program pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan menerangkan bahwa model tersebut bisa diaplikasikan untuk program pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan berbasis kebutuhan masyarakat di wilayah penelitian. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan diarahkan pada upaya perubahan perilaku dengan mempertimbangkan faktor predisposisi, penguat dan pendukung.