A. Theory of Lawrence Green
Lawrence Green
mencoba melakukan analisa perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan
seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu faktor perilaku dan
faktor di luar perilaku. Model teori precede-proceed menyediakan struktur yang
komprehensif untuk menilai kesehatan dan kualitas hidup serta kebutuhan untuk
merancang, melaksanakan dan mengevaluasi promosi kesehatan dan program
kesehatan.
Dalam teori
Lawrence Green (1980) Precede (Predisposing,
Reinforcing, Enabling Constructs dalam Educational Diagnosis dan Evaluation)
untuk menguraikan proses perencanaan diagnosis sehingga membantu dalam
pengembangan sasarna dan fokus program kesehatan masyarakat. Proceed (Policy,
Regulatory, Organizational and Environmental Development).
Precede terdiri dari 5 langkah atau fase sedangkan untuk preceed ada 4 fase.
Dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 1. Skema
Precede-Proceed Model
1.
Fase 1 : Penilaian
Sosial
Merupakan proses penentuan
kualitas hidup atau masalah sosial dan kebutuhan masyarakat tertentu. Dalam
fase ini, program menyoroti kualitas dari hasil keluaran secara spesifik,
indikator utama sosial dari kesehatan dalam populasi yang spesifik.
Contoh 1 : Derajat kemiskinan, rata-rata
kriminalitas, ketidakhadiran atau tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini akan
berefek kepada kesehatan dan kualitas hidup.
Contoh 2 : Pada pekerjaan industri yang kumuh
dan berbahaya dengan rata-rata kecelakaan yang tinggi sedikitnya pelayanan
kesehatan dan keterbatasan kesediaan makanan di luar pedagang yang keliling
sehingga membuat pekerja merasa tidak aman dan menjdai tidak sehat selama
kondisi bekerja.
Penilaian dapat
dilakukan atas dasar data sensus ataupun vital statistik yang ada, maupun
dengan melakukan pengumpulan data secara langsung dari masyarakat. Jika data langsung dikumpulkan dari masyarakat, maka
pengumpulan datanya dilakukan dengan cara : wawancara dengan informan kunci,
forum yang ada di masyarakat, Focus Group
Discussion (FGD), nominal group
process (NGP), dan survey secara langsung.
2. Fase 2 : Penilaian Epidemiologi
Dalam fase kedua terdiri
dari mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesehatan dari masalah dan
kebutuhan, setelah spesifik masalah sosial yang berkaitan dengan buruknya
kualitas kehidupan dalam fase pertama, program fase kedua mengidentifikasi mana
masalah kesehatan atau faktor lain yang berperan dalam memperburuk kualitas
hidup.
Masalah kesehatan akan
dianalisis berdasarkan dua faktor :
a.
Bagaimana
hubungannya dengan masalah kesehatan untuk mengidentifikasi indikator sosial
dalam penliaian sosial.
b.
Bagaimana menerima
untuk merubah masalah kesehatan.
Contoh : angka kejadian suatu penyakit yang
tinggi diakibatkan oleh penyakit akibat kerja (penyakit saluran pernafasan
akibat tidak menggunakan masker, kondisi ruangan tempat bekerja/ventilasi tidak
sesuai dengan standar kesehatan).
Pada fase ini
dicari faktor kesehatan yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang ataupun
masyarakat. Oleh karena itu, masalah kesehatan harus dapat digambarkan secara rinci berdasarkan data yang ada, baik dari data yang berasal dari data lokal,
regional, maupun nasional. Pada fase ini harus diidentifikasi siapa atau
kelompok mana yang terkena masalah kesehatan (umur, jenis kelamin, lokasi,
suku, dan lain-lain), bagaimana pengaruh atau akibat dari masalah kesehatan
tersebut (mortalitas, morbiditas, disability,
tanda dan gejala yang ditimbulkan) dan bagaimana cara untuk
menanggulangi masalah kesehatan tersebut (imunisasi, perawatan/pengobatan,
perubahan lingkungan maupun perubahan perilaku). Setelah itu dilakukan prioritas masalah.
3. Fase 3 : Perilaku dan Lingkungan
Pada fase ketiga, yaitu menganalisis
faktor-faktor penentu perilaku dan lingkungan dari gangguan kesehatan. Seperti
untuk faktor lingkungan racun/toksin dalam lingkungan pekerjaan, kondisi kerja
penuh tekanan atau kondisi pekerjaan yang tidak terkontrol. Untuk contoh faktor
perilaku sedikitnya aktivitas fisik, diet yang buruk, merokok atau konsumsi
alkohol.
Dimana seorang perencana harus bisa membedakan antara masalah perilaku yang dapat
dikontrol secara individual maupun yang harus dikontrol secara institusi.
Misalnya pada kasus malnutrisi yang disebabkan karena ketidakmampuan untuk
membeli bahan makanan maka intervensi pendidikan tidak akan bermanfaat, jadi health promotor perlu melakukan
pendekatan sosial (behavioral change) untuk
mengatasi masalah lingkungan.
Pada fase ini untuk diagnosis perilaku terdiri
dari 5 tahapan, antara lain:
a. Memisahkan penyebab perilaku dan non perilaku dari
masalah kesehatan.
b. Mengembangkan penyebab perilaku
1) Preventive behaviour (primary, secondary, tertiary)
2) Treatment behaviour
c. Melihat important perilaku
1) Frekuensi terjadinya perilaku
2) Terlihat hubungan yang nyata dengan masalah kesehatan
d. Melihat change ability perilaku (dapat diubah)
e. Memilih target perilaku
Untuk
mengidentifikasi masalah perilaku yang mempengaruhi status kesehatan, digunakan indikator perilaku seperti: pemanfaatan pelayanan kesehatan
(utilisasi), upaya pencegahan (prevention action), pola konsumsi makanan
(consumtion pattern), kepatuhan (compliance), upaya pemeliharaan sendiri (self
care). Sedangkan untuk mendiagnosa lingkungan diperlukan lima tahap, yaitu:
a. Membedakan penyebab perilaku dan non perilaku
b. Menghilangkan penyebab non perilaku yang tidak bisa
diubah
c. Melihat important faktor lingkungan
d. Melihat changeability faktor lingkungan
e. Memilih target lingkungan
Yaitu
menentukan tujuan lingkungan.
4. Fase 4 : Diagnosis Pendidikan dan
Organisasional
Mengidentifikasi kondisi-kondisi perilaku dan lingkungan
yang berhubungan
dengan status kesehatan ataupun kualitas hidup dengan memperhatikan faktor-faktor penyebabnya serta melakukan identifikasi faktor-faktor yang dapat diubah untuk perubahan perilaku dan lingkungan.
Merupakan target antara tujuan dari program.
Ada 3
kelompok masalah yang berpengaruh terhadap perilaku, yaitu:
a. Faktor predisposisi (predisposing factor):
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai, persepsi dan lain-lain.
1. Pengetahuan
Pengetahuan diperolah dari
pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Secara garis besar tingkat
pengetahuan dibagi dalam 6 tingkatan yaitu :
i. Tahu
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah
ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
ii. Memahami
Memahami suatu obyek bukan sekedar tahu terhadap obyek tersebut, tidak
sekedar dapat menyebutkan tetapi orang tersebut dapat menginterpretasikan
secara benar tentang obyek yang diketahui itu.
iii. Aplikasi
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami obyek dimaksudkan
dapat menggunkan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
iv. Analisis
Analisis adalah kemampuan sesorang untuk menjabarkan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau obyek yang diketahui.
v. Sintesis
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
dimiliki.
vi. Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu obyek tertentu. Tingkat pengetahuan seseorang
akan sesuatu yang sangat penting serta merupakan dasar dari sikap dan tindakan
dalam menerima atau menolak sesuatu hal yang baru.
Misalnya seorang anak memperoleh pengetahuan bahwa api itu panas setelah
memperoleh pengalaman, tangan atau kakinya kena api. Seorang ibu akan mengimunisasikan
anaknya setelah melihat anak tetangganya kena penyakit polia sehingga cacat,
karena anak tetangganya belum pernah memperoleh imunisasi polio.
Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan wawancara atau angket, kuesioner yang menyatakan isi materi yang akan
diukur dari subyek penelitian atau responden. Skala ukurnya yaitu ordinal.
2. Sikap
Sikap menggambarkan suka atau
tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman
sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati
atau menjauhi orang lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak
terwujud dalam suatu tindakan yang nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa
alasan, antara lain :
i. Sikap terwujud didalam suatu
tindakan tergantung pada situasi saat ini. Misalnya seorang ibu, anaknya sakit,
maka akan segera membawa ke puskesmas, tetapi saai itu tidak mempunyai uang
maka gagal membawa anaknya ke puskesmas.
ii. Sikap akan diikuti atau tidak
oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. Misalnya seorang ibu
tidak mau membawa anaknya sakit keras ke rumah sakit, meskipun ia mempunyai
sikap yang positif terhadap rumah sakit, karena ia teringat akan anak
tetangganya yang meninggal setelah beberapa hari di rumah sakit.
iii. Sikap diikuti atau tidak diikuti
oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman
seseorang. Misalnya seorang akseptor KB dengan menggunakan alat kontrasepsi IUD
mengalami pendarahan. Meskipun sikapnya sudah positif untuk menggunkan KB.
3. Kepercayaan
Kepercayaan adalah komponen
kognitif dari faktor sosio-psikologis. Kepercayaan disini tidak ada hubungannya
dengan hal-hal yang gaib, tetapi hanyalah keyakinan bahwa sesuatu itu benar dan
salah. Kepercayaan yang rasional apabila kepercayaan orang terhadap sesuatu
masuk diakal. Kepercayaan dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan kepentingan.
Oleh sebab itu masyarakat perlu diberikan pengetahuan atau informasi-informasi
yang benar dan lengkap tentang penyakit dan pelayanan-pelayanan kesehatan.
Kepercayaan yang tidak didasarkan pada pengetahuan yang benar dan lengkap akan
menyebabkan kesalahan bertindak. Misalnya wanita hamil tidak boleh makan telur
agar tidak kesulitan waktu melahirkan.
4. Keyakinan
Keyakinan adalah suatu sikap
ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa
dirinya mencapai kebenaran. Jika kita yakin dalam suatu hal maka kepercayaan
akan muncul.
5. Nilai
Di dalam suatu masyarakat apapun
selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam
menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Misalnya gotong royong merupakan suatu
nilai yang selalu hidup di masyarakat
6. Persepsi
Mengenal dan memilih berbagai
objek sehubung dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik
tingkat pertama. Misalnya seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi
bagi anak balitanya.
b. Faktor penguat (reinforcing factor): perilaku
petugas kesehatan atau petugas lain, teman, orang tua, atasan dan
lain-lain.
Pengukuran menggunakan kuesioner.
c. Faktor pemungkin (enabling factor) merupakan faktor yang memungkinkan perilaku atau
tindakan, serta lebih mengarah pada sarana prasarana atau fasilitas untuk
terjadinya perilaku kesehatan yang terwujud dalam lingkungan fisik. Sarana-sarana kesehatan, keterampilan petugas, misalnya puskesmas, obat-obatan. Termasuk di dalamnya
ketersediaan dan keterjangkauan sumber daya serta komitmen dari pemerintah.
Pengukuran dilakukan menggunkan kuesioner dan skalanya ordinal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Nely Anggriyani dan Yuli
Trisnawati menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara sikap remaja
terhadap seks pranikah dengan perilaku seksual remaja di SMK Kerabat Kita
Kecamatan Bumiayu Kabupaten Brebes tahun 2010. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh TA Larasati menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan tindakan
merokok dengan pergaulan teman sebaya kelas VI Sekolah Dasar Negeri (SDN) di
kecamatan Panjang tahun 2014.
Ada beberapa tahap proses untuk menyeleksi
faktor dan mengatur program, antara lain :
a. Identifikasi dan menetapkan faktor-faktor menjadi 3
kategori
Mengidentifikasi penyebab-penyebab perilaku dan yang sesuai dengan 3 kategori yang ada yaitu: predisposing, enabling, reinforcing factors. Dengan metode antara lain:
1) Formal
a) Literatur
b) Checklist dan kuesioner
2) Informal
a) Brainstorming
b) Normal group process (NGP)
b. Menetapkan prioritas antara kategori
Menetapkan faktor mana yang menjadi obyek intervensi, dan seberapa penting
dari ke-3 faktor yang ada.
c. Menetapkan prioritas dalam kategori.
Berdasarkan pertimbangan:
1) Important: prevalensi, penting dan segera di atasi
menurut logis, pengalaman, data dan teori
2) Immediacy: seberapa penting
3) Necessity: mungkin prevalensi rendah, tapi masih harus dimunculkan perubahan
lingkungan dan perilaku yang terjadi
4) Changeability: mudah untuk diubah
5. Fase 5 : Administratif dan kebijakan
Pada fase ini dilakukan analisis kebijakan, sumber daya dan
kejadian-kejadian dalam organisasi yang mendukung atau menghambat perkembangan
promosi kesehatan.
a. Administrative diagnosis
1) Memperkirakan atau menilai resorces/ sumber daya yang
dibutuhkan di dalam program
2) Menilai resorces yang ada di dalam organisasi atau masyarakat
3) Mengidentifikasi faktor penghambat dalam mengimplementasi
program.
Berikut
merupakan beberapa tahap dalam diagnosa administrasi, antara lain:
1) Menilai kebutuhan sumber daya
a) Time
b) Personnel
c) Budget
2) Menilai ketersediaan sumber daya
a) Personnel
b) Budgetary contraints (keterbatasan budget)
3) Menilai penghambat implementasi
a) Staff commitment and attitude
b) Goal conflict
c) Rate of change
d) Familiarity
e) Complexity
f) Space
g) Community barriers
b. Policy diagnosis
1) Menilai dukungan politik
2) Adanya dukungan regulasi atau peraturan
3) Dukungan sistem didalam organisasi
4) Hambatan yang ada didalam
pelaksanaan program
5) Adanya dukungan yang memudahkan pelaksanaan program
Berikut merupakan tahapan untuk diagnosa
kebijakan, antara lain:
1) Menilai kebijakan, regulasi dan organisasi
a) Issue of loyality
b) Consistency
c) Flexibility
d) Administrative of professional direction
2) Menilai kekuatan politik
a)
Level of
analysis
b)
The zero-sum
game
c)
System
approach
d)
Exchange
theory
e)
Power
equalization approach
f)
Power
educative approach
g)
Conflict
approach
h)
Advocacy and
education and community development
6. Fase 6 : Implementasi
Untuk kunci keberhasilan implementasi yaitu:
a.
Pengalaman
b.
Sensitif
terhadap kebutuhan
c.
Fleksibel
dalam situasi kondisi
d.
Fokus pada
tujuan
e.
Sense of
humor
7. Evaluasi dan accountability:
Evaluasi:
membandingkan tujuan dengan standar object of interest:
a.
Mengukur quality of life
b.
Indikator
status kesehatan
c.
Faktor
perilaku dan lingkungan
d.
Faktor
predisposing, enabling, reinforcing
e.
Aktivitas
intervensi
f.
Metode
g.
Perubahan
kebijakan, regulasi atau organisasi
h.
Tingkat
keahlian staf
i.
Kualitas
penampilan dan pendidikan
Object of interest:
1.
Input
2.
Intermediate
effects
3.
Outcome
Tingkatan Objective:
1.
Ultimate
objectives :
sosial dan kesehatan
2.
Intermediate
objectives: perilaku
dan lingkungan
3.
Immediate
objective: educational, regulatory, policy
Tingkat Evaluasi:
1.
Evaluasi
proses
Evaluasi dari program promosi kesehatan yang
dilaksanakan
2.
Evaluasi impact
Menilai efek secara langsung
dari program pada target perilaku (predisposing, enabling,
reinforcing factors) serta lingkungan
3.
Evaluasi outcome
Evaluasi terhadap masalah pokok yang pada proses awal
perencanaan akan diperbaiki: satus kesehatan dan quality of life.
Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Endang
Sutisna Suleman, dkk (2015) mengenai aplikasi model precede-proceed pada
perencanaan program pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan menerangkan bahwa
model tersebut bisa diaplikasikan untuk program pemberdayaan masyarakat bidang
kesehatan berbasis kebutuhan masyarakat di wilayah penelitian. Pemberdayaan
masyarakat bidang kesehatan diarahkan pada upaya perubahan perilaku dengan
mempertimbangkan faktor predisposisi, penguat dan pendukung.