BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 LANDASAN TEORI
2.1.1
Tinjauan umum tentang ISPA
2.1.1.1 Pengertian ISPA
ISPA
merupakan singkatan dari Infeksi Saluran Pernapasan Akut, istilah ini
diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI).
Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut.
ISPA merupakan infeksi saluran pernapasan yang ditandai masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia
dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernapasan
dimulai dari organ hidung sampai alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura.
Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernapasan bagian atas
dan saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ
adneksa saluran pernafasan.
Infeksi
saluran pernapasan akut diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu infeksi
saluran pernapasan akut berat (pneumonia berat) ditandai dengan tarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam pada saat inspirasi, infeksi saluran pernapasan akut
sedang (pneumonia) ditandai dengan frekuensi pernapasan cepat yaitu umur di
bawah 1 tahun, 50 kali/menit atau lebih cepat dan umur 1-4 tahun, 40 kali/menit
atau lebih. Sedangkan infeksi saluran pernapasan akut ringan (bukan pneumonia)
ditandai dengan batuk pilek tanpa napas cepat dan tanpa tarikan dinding dada
(Depkes RI, 1996: 5).
Terjadinya
ISPA pada anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus
(biasa disebut bronchopneumonia). Infeksi ini disebut dengan infeksi akut
karena berlansung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk
menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit dapat digolongkan
dalam ISPA, kurang dari 14 hari. Biasanya diperlukan waktu penyembuhan 5–14
hari (Nurrijal, 2009).
2.1.1.2 Etiologi ISPA
Penyebab
penyakit ISPA adalah bakteri, virus, jamur dan lain-lain. Penyakit ISPA bagian
atas disebabkan oleh virus, dan untuk
ISPA bagian bawah disebabkan oleh bakteri , virus dan mycoplasma. ISPA pada bagian bawah yang disebabkan oleh
bakteri mempunyai manifestasi klinis yang sangat berat sehingga
menimbulkan beberapa masalah dalam penanganannya (Mennegethi, 2009).
Bakteri-bakteri
yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit ISPA berasal dari genus Strepptococcus, Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan
Corinebacterium. Sedangkan untuk virus yang menyebabkan penyakit
ISPA antara lain berasal dari golongan Miksovirus, Adenovirus, Koronavirus,
Pikornavirus, Mikoplasma, dan
Herpesvirus (Mennegethi, 2009).
2.1.1.3 Klasifikasi ISPA
Penyakit
ISPA di bagi menjadi dua berdasarkan letak anatominya, yaitu :
1) ISPA Bagian Atas
ISPA
bagian atas adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur
saluran pernapasan disebelah laring. Kebanyakan penyakit saluran pernapasan
bagian atas dan bawah secara bersama-sama atau berurutan, tetapi beberapa
diantaranya melibatkan bagian-bagian spesifik saluran pernapasan secara nyata.
Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) bagian atas diantaranya adalah Nasofaringitis
Akut (Salesma), Faringitis Akut
(termasuk tonsillitis dan faringitis) dan Rhinitis.
(1) Rhinitis
Rhinitis
dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, tapi kebanyakan rhinitis disebabkan karena
alergi yang kemudian dapat di ikuti dengan bakteri. Umumnya penyakit ini sering
timbul pada musim penghujan karena cuaca yang dingin.
(2) Faringitis
Faringitis
adalah peradangan yang menyerang
tenggorok atau faring yang disebabkan karena virus atau kuman. Infeksi ini
merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering dijumpai.
2) ISPA Bagian Bawah
ISPA
bagian bawah adalah infeksi-infeksi yang terutama mengenai struktur-struktur
saluran pernapasan bagian bawah mulai dari laring sampai alveoli.
Penyakit-penyakit yang tergolong ISPA bagian bawah adalah Laringitis, Asma
Bronchial, Bronchitis Akut maupun Kronis, Bronco Pneumonia atau Pneumonia
(suatu peradangan pada paru dimana peradangan tidak saja pada jaringan paru,
tetapi juga pada brochioli)
(1) Laringitis
Laringitis
adalah peradangan pada laring (pangkal tenggorok). Laring terletak dipuncak
saluran udara yang menuju ke paru (trakea) dan mengandung pita suara yang
disebabkan karena penggunaan suara yang berlebihan, reaksi alergi, menghirup
iritan, demam, flu, dan pneumonia. Penyakit ini dapat menyertai bronkitis,
pneumonia, influenza, pertusis, campak dan difteri. Gejala dari laringitis
adalah suara serak, iritasi di tenggorok, demam, batuk, dan tenggorokan terasa
buntu.
(2) Pneumonia
Viral
Pneumonia
Viral disebabkan oleh virus yang ditandai dengan munculnya batuk-batuk kering.
Keluhan lainnya seperti sakit kepala, sakit otot-otot atau di sendi dan
kadang-kadang pilek. Terjadinya pneumonia ini sangat berbahaya dan dapat
menyebabkan kegagalan pernapasan serta terdapat gangguan jangka panjang pada
saluran pernapas an sesudah sembuh.
(3) Pneumonia
Bakterialis
Pneumonia Bakterialis adalah peradangan parenkrim paru
dengan eksudasi dan konsolidasi, yang disebabkan oleh mikroorganisme. Pneumonia ini dibagi menjadi 2 macam yaitu Pneumonia
sebab kuman gram positif dan Pneumonia sebab kuman gram negatif.
Penyakit ISPA
dapat di bagi menjadi dua berdasarkan golongan umur, yaitu :
1) Kelompok umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun,
dibagi menjadi:
(1) Pneumonia
Berat
Pneumonia
berat didasarkan pada adanya batuk aatau kesukaran bernapas diseRtai napas
sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat
ditandai dengan adanya nafas cepat (fast
breahting) dimana frekuensi nafas 60 kali permenit atau lebih, dan atau
adanya tarikan yang kuat dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
(2) Pneumonia
Ringan
Pneumonia
ringan didasarkan pada adannya batuk dan kesukaran bernapas diseRtai adanya
napas cepat sesuai dengan umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan -< 1 tahun adalah 50
kali per menit dan 40 kali per menit untuk anak usia 1 -< 5 tahun.
(3) Bukan
Pneumonia
Apabila ditandai
dengan nafas cepat tetapi tidak disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan
pneumonia ditandai dengan tidak ditemukannya tarikan dinding dada bagian bawah
dan tidak ada napas cepat. Tanda bahaya untuk golongan umur 2 bulan sampai 5
tahun yaitu, tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, dan gizi
buruk (Depkes RI, 2002).
2.1.1.4 Tanda dan Gejala ISPA
Dalam
pelaksanaan program pengendalian penyakit ISPA (P2 ISPA) kriteria untuk
menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita, ditandai dengan
adanya batuk atau kesukaran bernafas disertai dengan adanya peningkatan
frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai golongan umur.
Menurut
derajat keparahannya, ISPA dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002):
1) ISPA
ringan bukan pneumonia
Gejala
anak yang menderita ISPA ringan adalah sebagai berikut:
(1) Batuk
(2) Pilek,
yaitu menegeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
(3) Panas
dan demam, yaitu suhu badan anak lebih dari 37 0 C.
(4) Serak,
yaitu anak bersuara serak pada waktu mengeluarkan suara.
2) ISPA
sedang bukan pneumonia
Gejala
anak yang menderita ISPA sedang adalah sebagai berikut:
(1) Panas
dan demam, yaitu suhu badan anak lebih dari 390C.
(2) Tenggorokan
berwarna merah.
(3) Telinga
sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
(4) Pernapasan
lebih dari 50 kali/menit pada anak umur kurang dari 1 tahun dan untuk anak satu
tahun atau lebih 40 kali/menit.
(5) Pernapasan
berbunyi sepeRti mendengkur.
(6) Timbul
bercak-bercak pada kulit.
3) ISPA
berat pneumonia berat
Gejala
anak yang menderita ISPA berat adalah sebagai berikut:
(1) Tenggorokan
berwarna merah.
(2) Pernapasan
lebih dari 60 kali/menit dan nadi tidak teraba.
(3) Anak
tidak sadar atau kesadarannya menurun.
(4) Bibir
atau kulit membiru.
(5) Pernapasan
berbunyi mengorok.
(6) Sela
iga teRtarik ke dalam pada waktu bernapas.
2.1.1.5 Patofisiologi ISPA
Virus
merupakan penyebab tersering infeksi saluran nafas. Pada paparan pertama virus
akan menyebabkan mukosa membengkak dan menghasilkan banyak lendir sehingga akan
menghambat aliran udara melalui saluran nafas. Batuk merupakan mekanisme pertahan
tubuh untuk mengeluarkan lendir keluar dari saluran pernafasan. Bakteri dapat
berkembang dengan mudah dalam mukosa yang terserang virus, sehingga hal ini
menyebabkan infeksi sekunder, yang akan menyebabkan terbentuknya nanah dan
memperburuk penyakit.
2.1.1.6 Faktor Resiko ISPA
Terdapat
beberapa faktor yang berperan terhadap kejadian penyakit ISPA, yaitu :
1) Faktor
dari Host (diri)
(1) Status
Gizi
Zat-zat gizi yang diperoleh pada tahap peRtumbuhan dan
perkembangan anak akan dihubungani oleh umur, keadaan fisik, kondisi
kesehatannya, kesehatan fisiologis pencernaannya, tersediannya makanan dan
aktivitas dari anak. Keadaan gizi yang buruk muncul sebagai faktor resiko yang
penting untuk terjadinya ISPA. Beberapa penelitian telah membuktikan tentang
adannya hubungan antara gizi buruk dan infeksi paru, sehingga anak-anak yang
bergizi buruk sering mendapat ISPA. Selain itu adanya hubungan antara gizi
buruk dan terjadinya campak dan infeksi virus berat lainnya seRta menurunnya
daya tahan tubuh anak terhadap infeksi.
Balita dengan gizi
kurang akan lebih mudah terkena ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal.
Hal ini disebabkan karena faktor daya tahan tubuh yang kurang. Infeksi dari
penyakit ini akan menyebabkan balita tidak mempunyai nafsu makan dan
mengakibatkan kekurangan gizi. Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah
terserang ISPA berat bahkan serangannya lebih lama.
(2) Status
Imunisasi
Imunisasi
merupakan salah satu upaya pencegahan penyakit untuk meningkatkan kualitas
hidup, perkembangan, dan efektivitas program imunisasi dapat dinilai dari
penurunan angka kesakitan dan kematian penyakit tersebut. Balita atau anak yang
tidak mendapatkan imunisasi dengan baik atau tidak rutin sangat berhubungan
dengan peningkatan penderita ISPA. Untuk mengurangi faktor yang meningkatkan moRtalitas
ISPA, diupayakan imunisasi lengkap. Cara yang terbukti paling efektif dengan
memberikan imunisasi campak dan pertusis (DPT). Dengan imunisasi campak yang
efektif sekitar 11% kematian pneumonia balita dapat dicegah dan dengan
imunisasi pertusis (DPT) 6% kematian pneumonia dapat dicegah.
(3) Pemberian
Suplemen Vitamn A
Suplemen
ini sangat berperan untuk masa peRtumbuhan, daya tahan tubuh dan kesehatan
terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempeRtahankan
sel epitel yang mengalami diferensiasi. Pemberian suplemen vitamin A dilakukan
bersamaan dengan imunisasi akan menyebabkan peningkatan titer antibodi yang
spesifik dan tampaknya tetap berada dalam nilai yang cukup tinggi. Bila
antibodi yang ditujukan terhadap bibit penyakit dan bukan sekedar antigen asing
yang tidak berbahaya, diharapkan adanya perlindungan terhadap bibit penyakit
yang bersangkutan untuk jangka yang tidak terlalu singkat. Suplementasi Vitamin
A merupakan solusi kesembuhan ISPA karena salah satu khasiat Vitamin A dapat
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit infeksi sepeRti ISPA. Oleh
karena itu, pemberian kapsul vitamin A harus secara rutin dilakukan dengan
rentang waktu enam bulan.
(4) Pemberian
ASI
ASI
merupakan makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan peRtama
kehidupannya. ASI dapat mencukupi kebutuhan gizi bayi untuk tumbuh kembang
dengan normal sampai berusia 6 bulan). ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja
kepada bayi sampai umur 6 bulan tanpa memberikan makanan atau cairan lain.
ASI
mengandung gizi yang cukup lengkap dan mengandung imun untuk kekebalan tubuh
bayi. Keunggulan lainnya, ASI disesuaikan dengan sistem pencernaan bayi
sehingga zat gizi cepat terserap. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi
bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya
beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis. ASI
dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel
imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (Hidayat, 2009).
(5) Berat
Badan Lahir Rendah
Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) ditetapkan sebagai suatu berat lahir yang kurang dari
2500 gram. Berat Badan Lahir menentukan pertumbuhan dan perkembangan fisik dan
mental pada masa balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mempunyai
resiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan berat badan lahir normal,
terutama pada bulan-bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat anti
kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi,
terutama sakit saluran pernapasan lainnya. Bayi dengan BBLR sering mengalami
penyakit gangguan pernafasan, hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan
pengembangan paru yang belum sempurna dan otot pernafasan yang masih lemah.
2) Faktor
dari Lingkungan
(1) Kondisi
Rumah
Sanitasi rumah
sangat erat kaitannya dengan angka kesakitan penyakit menular, terutama ISPA.
Lingkungan perumahan sangat berhubungan pada terjadinya dan tersebarnya ISPA.
Beberapa komponen rumah yang berkaitan dengan kejadian ISPA adalah kondisi
langit-langit, dinding rumah, lantai rumah, jendela kamar tidur, jendela ruang
keluarga, ventilasi rumah, sarana pembuangan asap dapur, penerangan rumah dan
konponen sarana sanitasi (Aprinda, 2007: 139-150).
Rumah yang jendela
nya kecil menyebabkan pertukaran udara tidak dapat berlangsung dengan baik,
akibatnya asap dapur dan asap rokok dapat terkumpul dalam rumah. Bayi dan anak
yang sering menghisap asap lebih mudah terserang ISPA. Rumah yang lembab dan
basah karena banyak air yang terserap di dinding tembok dan matahari pagi sukar
masuk dalam rumah juga memudahkan anak-anak terserang ISPA (Ranuh, 1997).
(2) Kepadatan Hunian
Kepadatan
hunian di dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan (Kemenkes) nomor
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal
menempati luas rumah yaitu 8m2. Dengan kriteria tersebut diharapkan
dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Banyaknya anggota
yang tinggal di dalam satu rumah merupakan faktor resiko terjadinya penyakit
ISPA.
Kepadatan
di dalam kamar terutama kamar balita yang tidak sesuai dengan standar akan
meningkatkan suhu ruangan yang disebabkan oleh pengeluaran panas badan yang
akan meningkatkan kelembaban akibat uap air dari pernapasan tersebut. Dengan
demikian, semakin banyak jumlah penghuni ruangan tidur maka semakin cepat udara
ruangan mengalami pencemaran gas atau bakteri. Dengan banyaknya penghuni, maka
kadar oksigen dalam ruangan menurun dan diikuti oleh peningkatan CO2 ruangan
dan dampak peningkatan CO2 ruangan adalah penurunan kualitas udara
dalam ruangan.
(3) Tingkat
Pendidikan Ibu yang Rendah
Pendidikan
adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap dan bentuk-bentuk
tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat ia hidup, proses sosial yakni
orang yang dihadapkan pada hubungan lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang optimal
(Achmad Munib dkk, 2004: 33).
Pengetahuan
adalah hasil proses tahu dan setelah melalui proses pengindraaan terhadap suatu
objek tertentu melalui panca indera manusia, yaitu: indera penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan dimana seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan
semakin luas pengetahuannya. Pendidikan orang tua berhubungan terhadap
insidensi ISPA pada anak. Semakin rendah pendidikan orang tua derajat ISPA yang
diderita anak semakin berat (Paramitha Anjanata Maaramin dkk, 2013).
(4) Status
Sosial Ekonomi
Kepadatan
penduduk dan tingkat ekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan kesehatan masyarakat. Akan tetapi status secara keseluruhan tidak ada
hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan
korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status
sosioekonomi (Hidayat, 2009).
(5) Kebiasaan
Merokok
Kebiasaan
merokok dapat memberikan dampak kesehatan yang jelas merugikan terhadap
lingkungan sekitar dan kesehatan orang lain sebagai perokok pasif, terutama dampak
tersebut terhadap keluarga. Hampir semua perokok (91.8%) yang berumur 10 tahun
ke atas menyatakan bahwa mereka melakukan kebiasaan merokok di dalam rumah.
Akibat dari tingginya persentase perokok yang melakukan kebiasaan merokok di
dalam rumah, maka prevalensi perokok pasif menjadi 97.560.002 orang untuk semua
golongan umur (Depkes RI, 2004).
Asap
rokok dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahanan paru
sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Adannya anggota didalam keluarga yang
merokok dapat memungkinkan seorang anak terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan
dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Hidayat, 2009).
2.1.1.7 Pencegahan ISPA
1) Pencegahan
Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Ditujukan
pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) dan pencegahan
khusus (spesific protection) terhadap penyakit tertentu.Termasuk disini
adalah :
(1) Penyuluhan, dilakukan
oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini diharapkan dapat mengubah sikap dan
perilaku masyarakat terhadap hal-hal yang dapat meningkatkan faktor resiko
penyakit ISPA. Kegiatan penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA,
penyuluhan ASI Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang yang
diberikan kepada ibu dan anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan
bahaya rokok.
(2) Imunisasi,
yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka kesakitan ISPA.
Tujuan dari pemberian imunisasi ini agar daya tahan tubuh anak terhadap
penyakit baik.
(3) Usaha
di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi. Memberikan makanan kepada
anak yang mengandung gizi cukup bagi tubuh.
(4) Program
KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir rendah.
(5) Program
Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani masalah polusi di dalam
maupun di luar rumah. Misalnya rumah dengan ventilasi yang sempurna, sirkulasi
udara lancar, dan tanpa asap tungku di dalam rumah.
2) Pencegahan
Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam
penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan diagnosis sedini
mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang balita keadaan penyakitnya
termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia apabila ditandai dengan batuk, serak,
pilek, panas atau demam (suhu tubuh lebih dari 370C), maka
dianjurkan untuk segera diberi pengobatan. Upaya pengobatan yang dilakukan
terhadap klasifikasi ISPA atau bukan pneumonia adalah tanpa pemberian obat
antibiotik dan diiberikan perawatan di rumah. Adapun beberapa hal yang perlu
dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :
(1) Melakukan pemeriksaan sederhana seperti denyut
nadi, pernapasan, suhu, dan kondisi fisik pada balita.
(2) Mengatasi
panas (demam). Untuk
balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres dengan
menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
(3) Pemberian
makanan dan minuman. Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit
tetapi sering., memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air
putih, air buah) lebih banyak dari biasanya.
3) Pencegahan
Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)
Tingkat pencegahan
ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar tidak menjadi lebih parah
(pneumonia) dan mengakibatkan kecacatan (pneumonia berat) dan berakhir dengan
kematian. Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan penyakit bukan pneumonia
pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala ISPA seperti nafas
menjadi sesak, anak tidak mampu minum dan sakit menjadi bertambah parah, agar
tidak bertambah parah bawalah anak kembali pada petugas kesehatan dan pemberian
perawatan yang spesifik di rumah dengan memperhatikan asupan gizi dan lebih
sering memberikan ASI.
2.1.2
ISPA pada Balita
Balita yaitu anak yang berusia di bawah 5
tahun merupakan generasi yang perlu mendapat perhatian, karena balita merupakan
generasi penerus dan modal dasar untuk kelangsungan hidup bangsa, balita amat
peka terhadap penyakit, tingkat kematian balita masih tinggi (Depkes, 2009).
Masalah kesehatan balita merupakan masalah nasional, mengingat angka kesakitan
dan angka kematian pada balita masih cukup tinggi. Angka kesakitan mencerminkan
keadaan yang sesungguhnya karena penyebab utamanya berhubungan dengan faktor
lingkungan antara lain: asap dapur, penyakit infeksi, dan pelayanan kesehatan.
Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2002-2003 mencatat bahwa balita yang
mempunyai gejala-gejala pneumonia dalam dua bulan survey pendahuluan sebesar
15% dari jumlah balita yang ada yaitu sebesar 14.510 (Statistic Indonesia,et at
2003)
Salah satu faktor penyebab kematian balita
maupun yang berperan dalam proses tumbuh kembang balita yaitu penyakit ISPA, merupakan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dapat
dilakukan terhadap balita antara lain: pemeriksaan perkembangan dan pertumbuhan
fisik, pemeriksaan perkembangan kecerdasan, pemeriksaan untuk penyakit infeksi
pada balita, pendidikan kesehatan kepada
orang tua (Lamusa,2006). Apabila anak menderita penyakit ISPA maka akan
berdampak terhadap proses perkembangan motoriknya karena anak tidak dapat
melakukan aktivitas bermain yang pada usia balita sangat diperlukan untuk
proses belajar baik secara motorik maupun intelektual dan akan berdampak saat
anak dewasa.
2.1.2.1
Kekambuhan ISPA pada Balita
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990)
kambuh definisikan sebagai kondisi jatuh sakit lagi yang biasanya lebih parah
dari dahulu. Dalam Raharjoe (2008) dikatakan bahwa angka kekambuhan ISPA pada
balita di negara berkembang 2-10 kali lebih tinggi dari pada di negara maju.
Indonesia sebagai negara berkembang memiliki angka kekambuhan ISPA yang cukup
tinggi. Dalam satu tahun rata-rata anak balita di perkotaan menderita ISPA 6-8
kali sedangkan balita yang tinggal di pedesaan dapat terkena ISPA 3-5 kali.
Penyebab tingginya kekambuhan ISPA pada balita terkait dengan banyaknya faktor
yang berhubungan dengan ISPA. Beberapa faktor yang berkaitan dengan ISPA pada
balita antara lain usia, keadaan gizi yang buruk, status imunisasi yang tidak
lengkap serta kondisi lingkungan yang buruk seperti ventilasi rumah yang tidak
memenuhi syarat, kepadatan hunian rumah yang terlalu padat, pencemaran udara
(asap dan debu) di dalam rumah maupun di luar rumah.